Tuesday, March 8, 2011

hubungan iptek dan masyarakat bagi kehidupan manusia

 BAB I
1. PENDAHULUAN
        Seperti yang kita ketahui,teknologi kini telah merembes dalam kehidupan kebanyakan manusia bahkan dari kalangan atas hingga menengah kebawah sekalipun.Dimana upaya tersebut merupakan cara atau jalan di dalam mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat martabat manusia.
Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK dalam rangka untuk mengolah SDA yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.Dimana dalam pengembangan IPTEK harus didasarkan terhadap moral dan kemanusiaan yang adil dan beradab,agar semua masyarakat mengecam IPTEK secara merata.Begitu juga diharapkan SDM nya bisa lebih baik lagi,apalagi banyak kemudahan yang kita dapatkan.Namun,berbanding terbalik dengan realita yang ada karena semakin canggih perkembangan teknologi,telah membuat masyarakat menjadi malas yang disebabkan oleh kemudahan-kemudahan yang ada tersebut.Ambil saja salah satu contoh perkembangan IPTEK dibidang telekomunikasi dimana zaman dahulu handphone itu sangat langka karena harganya yang mahal berbeda dengan sekarang harga handphone sudah sangat murah dan menjangkau lapisan menengah ke bawah.
Disatu sisi telah terjadi perkembangan yang sangat baik sekali di aspek telekomunikasi,namun pelaksanaan pembangunan IPTEK masih belum merata. Masih banyak masyarakat kurang mampu yang putus harapannya untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi tersebut.Hal itu dikarenakan tingginya biaya pendidikan yang harus mereka tanggung.Maka dari itu,pemerintah perlu menyikapi dan menanggapi masalah-masalah tersebut, agar peranan IPTEK dapat bertujuan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia yang ada.
Adapun Rumusan Masalah yang dapat penulis angkat yaitu bagaimana pelaksanaan dan pengembangan IPTEK di Indonesia serta apakah peranan IPTEK ditengah zaman yang semakin pesat dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia?
2. RUMUSAN MASALAH
2.1. Bagaimana pelaksanaan dan pengembangan IPTEK di Indonesia?
2.2. Seperti apa dampak  perkembangan IPTEK di indonesia?

 BAB II
1. PEMBAHASAN

A.1. PELAKSANAAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK DI INDONESIA
Peradaban bangsa dan masyarakat dunia di masa depan sudah dipahami dan disadari akan berhadapan dengan situasi serba kompleks dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, sebut saja antara lain; cloning, cosmology, cryonics, cyberneties, exobiology, genetic, engineering dan nanotechnology. Cabang-cabang IPTEK itu telah memunculkan berbagai perkembangan yang sangat cepat dengan implikasi yang menguntungkan bagi manusia atau sebaliknya.
Untuk mendayagunakan Iptek diperlukan nilai-nilai luhur agar dapat dipertanggungjawabkan. Rumusan 4 (empat) nilai luhur pembangunan Iptek Nasional, yaitu :
1. Accountable, penerapan Iptek harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, lingkungan, finansial, bahkan dampak politis
2. Visionary, pembangunan Iptek memberikan solusi strategis dan jangka panjang, tetapi taktis dimasa kini, tidak bersifat sektoral dan tidak hanya memberi implikasi terbatas.
3. Innovative, asal katanya adalah “innovere” yang artinya temuan baru yang bermanfaat. Nilai luhur pembangunan Iptek artinya adalah berorientasi pada segala sesuatu yang baru, dan memberikan apresiasi tinggi terhadap upaya untuk memproduksi inovasi baru dalam upaya inovatif untuk meningkatkan produktifitas.
4. Excellence, keseluruhan tahapan pembangunan Iptek mulai dari fase inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, implikasi pada bangsa harus baik, yang terbaik atau berusaha menuju yang terbaik.
Pesatnya kemajuan Iptek memerlukan penguasaan, pemanfaatan, dan kemajuan Iptek untuk memperkuat posisi daya saing Indonesia dalam kehidupan global.

B.2. DAMPAK PERKEMBANGAN IPTEK DI INDONESIA
1. Perkembangan Iptek disamping bermanfaat untuk kemajuan hidup Indonesia juga memberikan dampak negatif. Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan IPTEK untuk menekan dampaknya seminimal mungkin, antara lain :
1). Menjaga keserasian dan keseimbangan dengan lingkungan setempat.
2). Teknilogi yang akan diterapkan hendaknya betul-betul dapat mencegah timbulnya permasalahan di tempat itu.
3). Memanfaatkan seoptimal mungkin segala sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada.
2. Dampaknya dalam :
a. Penyediaan Pangan
Perkembangan IPTEK dalam bidang pangan dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penerapan varitas unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun di sisi lain perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia.
b. Penyediaan Sandang
· Pada awalnya bahan sandang dihasilkan dari serat alam seperti kapas, sutra, woll dan lain-lain
· Perkembangan teknologi matrial polimer menghasilkan berbagai serat sintetis sebagai bahan sandang seperti rayon, polyester, nilon, dakron, tetoron dan sebagainya
· Kulit sintetik juga dapat dibuat dari polimer termoplastik sebagai bahan sepatu, tas dan lain-lain
· Teknologi pewarnaan juga berkembang seperti penggunaan zat azo dan sebagainya.
c. Penyediaan Papan
· Teknologi papan bersangkut paut dengan penyediaan lahan dan bidang perencanaan seperti city planning, kota satelit, kawasan pemukiman dan sebagainya yang berkaitan dengan perkembangan penduduk
· Awalnya bahan pokok untuk papan adalah kayu selanjutnya dikembangkan teknologi matrial untuk mengatasi kekurangan kayu
· Untuk mengatasi kekurangan akan lahan dikembangkan teknologi gedung bertingkat, pembentukan pulau-pulau baru, bahkan tidak menutup kemungkinan pemukiman ruang angkasa.
d. Peningkatan Kesehatan
· Perkembangan Imu Kedeokteran seperti : ilmu badah dan lain-lain
· Penemuan alat-alat kedokteran seperti : stetoskup, USG, dan lain-lain
· Penemuan obat-obatan seperti anti biotik, vaksin dan lain-lain
· Penemuan radio aktif untuk mendeteksi penyakit secara tepat seperti tumor dan lain-lain
· Penelitian tentang kuman-kuman penyakit dan lain-lain.
e. Penyediaan Energi
· Kebutuhan akan energi
· Sumber-sumber energi
· Sumber energi konvensional tak dapat diperbaharui
· Sumber energi pengganti yang tak habis pakai
· Konversi energi dari satu bentuk kebentuk yang lain.

BAB III
1. KESIMPULAN
       Dengan memperhatikan perkembangan dan kemajuan zaman dengan sendirinya pemanfaatan dan penguasaan IPTEK mutlak diperlukan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Visi dan misi IPTEK dirumuskan sebagai panduan untuk mengoptimalkan setiap sumber daya IPTEK yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah diberlakukan sejak 29 Juli 2002, merupakan penjabaran dari visi dan misi IPTEK sebagaimana termaksud dalam UUD 1945 Amandemen pasal 31 ayat 5, agar dapat dilaksanakan oleh pemerintah besrta seluruh rakyat dengan sebaik-baiknya. Selain itu pula perkembangan IPTEK di berbagai bidangdi tengah perkembangan zaman yang semakin pesat semestinya dapat meningkatkan kualitas SDM di tengah bermunculannya dampak negative dari adanya perkembangan IPTEK, sehingga diperlukan pemikiran yang serius dan mantap dalam menghadapi permasalahan dalam penemuan-penemuan baru tersebut.
3. Iptek Sebagai Ideologi
Teknologi dan ilmu sendiri menjadi ideologi. Demikian tesis Herbert Marcuse (Wartaya,
1987:308). Menurut Marcuse teknologi dan ilmu telah menjadi cara berfikir yang positif. Ini
diartikan sebagai kesadaran teknokratik (technocratic conciousness). `Kesadaran teknokratik telah
mendominasi kehidupan manusia sehingga manusia diarahkan dan ditentukan oleh dominasi ilmu
pengetahuan dan teknologi. Ilmu dan teknologi telah menjadi ideologi, karena telah melegitimasi
masyarakat dan keadaannya.
Pendapat Marcuse menjadi titik tolak pembahasan Habermas sebagai tanggapan. Hadirnya
teknologi dan perkembangan ilmu yang cepat dalam masyarakat telah menimbulkan perubahan.
Perubahan yang sangat mendasar terjadi dalam masyarakat adalah masalah kepribadian ( Arifin
dalam Karim (ed), 1992:115). Perkembangan faktor teknik dewasa ini sudah besar untuk
menggerakkan proses yang melumpuhkan faktor manusia dan memunculkan sistem “manusia
mesin” (Josef, dalam Mangunwijaya (ed), 1983:74). Sedangkan unsur kepribadian terlalu lemah
untuk menghadapi penetrasi itu, yang digambarkan dengan melemahnya peran manusia dalam
keluarga dan pekerjaan. Sebagai ilustrasi, generasi muda sekarang adalah generasi muda yang
dininabobokan oleh mesin (play station, video, game-game lainnya, makanan siap saji, dan lain
sebagainya) sebagai manifestasi dari Iptek. Oleh karena itu, Russel dalam Arifin (1992: 116)
menyatakan bahwa tanpa memperhatikan aspek kehidupan manusia, teknologi dan ilmu
pengetahuan akan menghadirkan “tirani”. Tirani-tirani telah mendorong aspek gerak ilmu dan
teknologi ke arah penyimpangan yang cukup mendasar, karena pengembangan ilmu dan teknologi
tidak lagi dibangun atas kemampuannya yang didasarkan oleh kontemplasi (perenungan),
melainkan melalui jalur manipulasi (simulakra) (lihat kasus Super Toy, motor dan mobil matic).
Karena itu, sebagai sebuah kekuatan teknologi telah mengembangkan praktek palsu yang
tidak lagi berorientasi pada pragmatisme, melainkan karena dorongan cinta kekuasaan. Dalam hal
yang demikian, manusia modern sudah tidak lagi mengamati keterbatasan ilmu dan teknologi,
sehingga tanpa disadari perilaku dalam adopsi, penciptaan, dan pengembangannya telah merusak
hakekat kehidupan, baik yang bersifat alami maupun yang bersifat sosial. Ketimpanganketimpangan
ekonomi, politik, keamanan, sosial, serta moral telah menghadapkan manusia dengan
masa depan yang tidak jelas. Tekanan-tekanan moral telah menyudutkan manusia dalam split
personality dan frustasi, kegelisahan sosial, serta lahirnya krisis-krisis dalam pelbagai kehidupan
manusia. Dan menurut Habermas dalam Widyarsono (1991:103) sejak akhir abad ke-19 semakin
kuat arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menandai kapitalisme lanjut, yakni
pengilmuan teknologi dan hubungan timbal balik yang erat antara perkembangan teknologi dan
kemajuan sains modern.
Model-model interaksi sosial dan pemahaman diri masyarakat sendiri diganti dengan
model-model pengetahuan ilmiah. Dengan kata lain, pemahaman diri manusia dibawah kategorikategori
tindakan rasional-bertujuan dan tingkah laku adaptif. Kesadaran jenis baru yang muncul
dalam masyarakat kapitalis lanjut ini disebut oleh Habermas sebagai kesadaran teknokratis.
Menghadapi masalah ini, kita mempunyai pemikiran tentang bagaimana ilmu dan teknologi
itu mampu mengadaptasi pilar-pilar kehidupan lain, terutama yang mengintrogasikan antara otak
dengan hati melalui rasio, moral, seni, dan agama, serta pandangan persaudaraan manusia yang
bersifat universal (Suriasumantri dalam Arifin, 1992:116). Habermas melakukan penyelidikan ilmuilmu
yang mulai diarahkan ke tujuan-tujuan praksis hidup, maka perhatian banyak orang berkisar
pada persoalan-persoalan praksis. Ini menjawab pertanyaan ilmu membawa manusia ke mana?
Praxis hidup bagi Habermas merupakan tujuan ilmu-ilmu. Maka peranan ilmu dalam suatu
kebudayaan yang telah terbentuk tidak boleh dinilai dari hasilnya di bidang kebenaran ilmiah,
tetapi nilai harus diberikan juga pada dampak nyata atas situasi manusia.
Dominasi ilmu dan teknologi harus diletakkan dalam komunikasi aksi. Artinya, ilmu dan
teknologi perlu dikembalikan ke arah tujuan-tujuan praksis hidup manusia. Manusia harus
mengungkapkan kebebasannya. Ini berhubungan dengan kepentingan etika yaitu kepentingan
tanggung jawab dan emansipatoris. Ini mendorong munculnya ilmu-ilmu sosial kritis yang bisa
dilakukan dengan self-reflection, karena dalam self-reflection pengetahuan dan kepentingan menjadi
satu. Dengan demikian self-reflection ditentukan oleh kepentingan emansipatoris. Dengan ilmu
kritis inilah Habermas membebaskan sifat-sifat ilmu yang mendominasi manusia.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ilmu dan teknologi yang telah menjadi ideologi
dibebaskan dengan ilmu sosial kritis yang didorong oleh kepentingan tanggung jawab dan
emansipasi. Habermas dalam Hardiman (1993:XIV) menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan
teknologi yang melahirkan masyarakat rasionalisme bergaya Barat yang mendasari praktik-praktik
totalitarianisme modern mempunyai banyak cacat. Cacat-cacat modernisasi dalam totalitarianisme,
hilangnya makna, anomie, penyakit jiwa, alienasi, dan sebagainya. Semua ini adalah akibat dari
rasionalisme Barat pada paradigma filsafat kesadaran tersebut. Sehingga pola hidup bergaya
“Barat” dan konsumtifpun akhirnya tidak bisa dibendung.
Cacat-cacat ini hanya bisa diatasi dengan pencerahan lebih lanjut, yakni melanjutkan proyek
modernitas dalam wawasan rasio komunikatif. Pernyataan ini bukan sebuah ratapan di kesudahan
suatu zaman yang penuh kekecewaan, namun sebaliknya merupakan sebuah harapan dalam sebuah
krisis yang dapat mengembalikan zaman pada cita-cita semula yaitu zaman Pencerahan (Capra,
1999: 13-15).
Itu ditempuh untuk mengarahkan perkembangan politik, ilmu pengetahuan, masyarakat,
kebudayaan, ke sebuah cita-cita universal yang melandasi segala praksis sosial yang rasional. Citacita
ini adalah menuju sebuah masyarakat yang komunikatif. Titik tolak cita-cita ini adalah sejak
Horkheimer mempermasalahkan positivisme dalam ilmu-Ilmu sosial, yaitu anggapan bahwa ilmuilmu
sosial bebas nilai (value-free). Anggapan semacam ini mengental menjadi kepercayaan umum
bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang benar adalah pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan
macam itu hanya bisa diperoleh dengan metode ilmiah. Hal ini kemudian menuai kritik dan
dikatakan menyembunyikan dukungan dengan status quo masyarakat di balik kedok objektivitas.
Dalam tulisannya yang berjudul Traditionelle und Kritische Theorie, Horkheimer dengan jeli
mengkritik positivisme ini tak kurang sebagai ideologi. Dan dengan teori kritisnya dijelaskannya
sebagai teori yang memihak praksis emansipatoris masyarakat (Hardiman, 1993 : xvi-xvii).
Di kemudian hari, Habermas merumuskan dasar epistemologinya dengan mengatakan
bahwa segala bentuk ilmu dijuruskan oleh kepentingan kognitif, maka tidak bebas-nilai, termasuk
teori kritis yang didorong oleh kepentingan emansipatoris. Istilah “emansipasi”ini bukan sematamata
sebagai pembebasan dari kendala-kendala sosial, seperti : perbudakan, kolonialisme,
kekuasaan yang menindas, tetapi juga kendala-kendala internal, seperti: gangguan-gangguan psikis,
dan “ketidaktahuan”. Seorang mengalami emansipasi jika dia beralih dari situasi ketidaktahuan
menjadi lebih tahu. Tetapi kata “tahu” di sini tentu relatif terhadap situasi pengetahuan pada
zaman tertentu. Dengan kata lain emansipasi, adalah proses pencerahan atas “ketidaktahuan” akibat
dogmatisme.
Pada abad ke-18 emansipasi semacam itu terjadi, karena orang memakai rasionya, bukan
iman, dan bukan kepercayaannya. Rasio yang memihak itu menghasilkan emansipasi karena
terwujud dalam keputusan (decision) untuk emansipasi itu. Di sini, teori dan praksis terkait dalam
wujud rasio yang memutuskan untuk mewujudkan kepentingannya, yaitu emansipasi.
Lama-kelamaan ilmu-ilmu positif dan teknologi diterapkan dan diperluas ke dalam
berbagai bidang kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Habermas mengambil kosa-kata Marx
bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi pada abad ke-18 ini semakin menjadi “kekuatan-kekuatan
produktif” di dalam masyarakat. Di dalam kondisi sosial macam ini, menurut Habermas, hubungan
teori dan praksis mengalami perubahan. Akibatnya, apa yang dimengerti sebagai “rasio”,
“dogmatisme”, dan “keputusan” juga mengalami perubahan. Kegiatan-kegiatan produktif
masyarakat dalam industri, teknologi, ilmu pengetahuan, dan administrasi menjadi saling terkait dan
saling menopang mengarah pada penaklukan alam, atau apa yang oleh Habermas disebut “kontrol
teknis atas alam”. Semua ini menyebabkan praksis dimengerti sebagai penerapan teknik-teknik
yang diarahkan oleh rasio yang sekarang terwujud dalam ilmu pengetahuan itu. Habermas melihat
bahwa pada abad ini, lama-kelamaan potensi sosial rasio, dalam ilmu pengetahuan, direduksi ke
dalam kekuatan kontrol teknis.

Kemiskinan menurut saya berarti tidak memiliki apa-apa, ataupun tidak memiliki sesuatu yang berharga yang diinginkan oleh orang-orang disekitarnya ataupun lingkungan sekitarnya. Ini yang menjadi dasar dari kemiskinan itu sendiri. Sehingga untuk lepas dari kemiskinan, kita harus mampu menciptakan sesuatu yang berharga dari milik kita yang tidak dianggap berharga. Prinsipnya seperti tanah liat. Saya yakin tanah liat itu tidak susah untuk didapat, dan bisa dibilang tidak berharga, tapi jika kita mampu mengolahnya menjadi sebuat ember, pot, atau segala sesuatu yang berguna maka tanah liat tersebut akan menjadi berharga dan memiliki nilai jual yang jauh lebih tinggi dibandingkan ketika masih berupa tanah liat. Ini merupakan salah satu contoh tangga yang akan mampu melepaskan seseorang dari garis kemiskinan.

Dari contoh diatas bisa kita simpulkan, Ilmu untuk mengolah tanah liat tersebut dibutuhkan oleh pengrajin tanah liat tersebut agar mampu mengubah tanah liat yang tak berharga tersebut menjadi benda yang bisa kita pakai, dan ilmu pengetahuanlah yang mampu mengubah Bumi hingga menjadi keadaan sekarang. Uang yang merupakan alat tukar yang kita gunakan sehari-hari juga merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Uang tercipta karena kita sebagai manusia merasakan untuk menukar benda dengan benda yang memiliki nilai sama itu susah. Belum tentu benda yang kita tukarkan tersebut merupakan benda yang kita butuhkan, sehingga dibuatlah sebuah alat tukar yang diterima semua orang berupa emas pada jaman dahulu kala.

Pada dasarnya, kita sebagai makhluk hidup memerlukan makanan, tempat tinggal, pakaian, dan semua hal atau benda yang dapat mempermudah dan memperindah hidup kita. Ilmu pengetahuan menawarkan semuanya. Ilmu masak digunakan untuk membuat makanan yang lezat, Teknik sipil digunakan untuk membangun tempat tinggal, ilmu merajut digunakan untuk menciptakan pakaian dan lain sebagainya. Karena dengan ilmu pengetahuan kita mampu menciptakan benda, alat atau semua hal yang kita butuhkan, tentunya memiliki nilai jual yang tinggi pula sesuai dengan seberapa besar kita membutuhkannya. Ini yang membuat dokter menjadi kaya, kontraktor bangunan menjadi sukses, dan investor tidak perlu bersusah payah mencari uang seumur hidupnya. Oleh karena itu, dasar dari pembangunan suatu negara adalah pendidikan yang cukup bagi penduduknya.

Ilmu pengetahuan berperan hampir dalam semua aspek kehidupan, sedangkan Teknologi merupakan langkah penerapan dari ilmu pengetahuan tersebut. Misalnya dengan berkembangnya teknologi maka untuk membuat kain menjadi lebih cepat karena menggunakan mesin. Hanya dengan mesin, listrik dan sedikit tenaga kerja maka ribuan meter kain bisa dihasilkan dalam 1 hari. Bayangkan berapa banyak pengeluaran yang bisa diperkecil bila dibandingkan dengan cara konvensional menggunakan satu individu untuk membuat sebilah kain. Sebenarnya lebih tepat untuk disebut, Ilmu pengetahuan, Teknologi dan Kekayaan adalah satu kesatuan, karena untuk pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi diperlukan biaya yang tidak kecil, tapi dengan terciptanya ilmu dan teknologi baru maka terciptalah benda pemuas kebutuhan baru yang dibutuhkan dan diinginkan setiap orang, yang tentunya memiliki nilai jual yang tinggi.

Untuk pengertian dasar dari Ilmu pengetahuan, Teknologi dan kemiskinan bisa dibaca dibawah, yang disadur dari BAB 8 Materi V-class ISD.

Ilmu Pengetahuan

“Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ilmu“ dan “pengetahuan“, yang masing-masing punya identitas sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Dan oleh Bacon & David Home pengetahuan diartikan sebagai pengalaman indera dan batin. Menurut Imanuel Kant pengehuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman. Dari berbagai macam pandangan tentang pengetahuan diperoleh sumber-sumber pengetahuan berupa ide, kenyataan, kegiatan akal-budi, pengalaman, sintesis budi, atau meragukan karena tak adanya sarana untuk mencapai pengetahuan yang pasti.

Untuk membuktikan pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori kebenaran pengetahuan :
1. Pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan dengan dalil (proposisi) yang terdahulu
2. Pengetahuan dianggap benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan
3. Pengetahuan dianggap benar apabila mempunyai konsekwensi praktis dalam diri yang mempunyai pengeahuan itu.

Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu ; ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Epistemologis hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh ilmu pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakekat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain ontologism merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan. Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolonggolongkan dan membuktikan dengan cara berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.

Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang objektif
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang digunakan untuk mencapai ilmu
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.

Permasalahan ilmu pengetahuan meliputi arti sumber, kebenaran pengetahuan, serta sikap ilmuwan itu sendiri sebagai dasar untuk langkah selanjutnya.

Teknologi

Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body ofknowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of arts ) yang mengandung pengetian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk
merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknologi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah merode sistematis untuk mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).

Teknologi memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi menurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhingkan sebelumnya.

Fenomena teknik pada masyarakat terkini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut :
1. Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2. Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3. Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis
4. Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5. Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6. Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7. otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri. Teknologi yang berkembang denan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia.

Luasnya bidang teknik digambarkan sebagaia berikut :
1. Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2. Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3. Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.

Alvin Tofler (1970) mengumpakan teknologi itu sebagai mesin yang besar atau sebuah akselarator (alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bakarnya. Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan kualtiatif, maka kiat meningkat pula proses akselerasi yang ditimbulkan oleh mesin pengubah, lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih baik lagi.

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan bagian-bagian yang dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi dengan sistem-sistem lain dalam kerangka nasional seperti kemiskinan.

Kemiskinan

Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
1. Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan
2. Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
3. Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi

Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalamhal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengahtengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya. Kesemuanya dapat tersimpul dalam barang dan jasa dan tertuangkan dalam nilai uang sebgai patokan bagi penetapan pendapatan minimal yang diperlukan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal.

Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1. Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dll
2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha
3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai
ketrampilan.

Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikatagorikan kedalam tiga unsur :
1. Kemiskinan yang disebabkan handicap badaniah ataupun mental seseorang
2. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam
3. Kemiskinan buatan.

Yang relevan dalam hal ini adalah kemiskinan buatan, buatan manusia terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan structural. Itulah kemiskinan yang timbul oleh dan dari struktur-struktur buatan manusia, baik struktur ekonomi, politik, sosial maupun cultural. Selain disebabkan oleh hal – hal tersebut, juga dimanfaatkan oleh sikap “penenangan” atau “nrimo”, memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan. Kemiskinan menjadi suatu kebudayaan atau subkultur, yang mempunya struktur dan way of life yang telah turun temurun melalui jalur keluarga. Kemiskinan (yagn membudaya) itu disebabkan oleh dan selama proses perubahan sosial secara fundamental, seperti transisi dari feodalisme ke kapitalisme, perubahan teknologi yang cepat, kolonialisme, dsb.obatnya tidak lain adalah revolusi yang sama radikal dan meluasnya.

No comments:

Post a Comment