Tuesday, March 8, 2011

makalah teori teori pembelajaran


KATA PENGANTAR

Alhamduliilahirobbil’alamin, puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena sampai detik ini Allah SWT masih bermurah hati memberikan segala karunia-Nya sehangga saya dapat menyelesaikan makalah yang disusun guna memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
Salam sejahtera semoga tetap tercurahkan pada nabi Muhammad SAW sebagai Rahmatan Lil’alamin. Semoga kelak kita menjadi salah satu umatnya yang mendapatkan syafa’at dari beliau. Amin, Ya Robbal’alamin.
Pada kesempatan kali ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dari segi moril dan yang secara langsung maupun tidak langsung.
Sebagai hamba Allah Swt, saya yakin bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala krendahan hati saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi memperoleh hasil yang lebih baik dikesempatan mendatang.


                                                                        Bandung, 01 Desember 2010


                                                                                    Edi kurniawan













BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar merupakan suatu hal yang paling vital dalam setiap usaha penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar takkan pernah ada pendidikan. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri peserta didik. Belajar dan pembelajaran berhubungan sangat erat karena pembelajaran merupakan suatu proses yang digunakan dalam belajar. Belajar dan pembelajaran juga terjadi secara bersama-sama dan beriringan. Pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisiyang diarahkan pada tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan pendidikan.
Sebagai calon pendidik kelak yang tidak hanya difungsikan sebagai staff pengajar tetapi juga sebagai orang tua kedua dilingkungan sekolah, diharapkan dapat memahami kondisi kejiwaan dan memahami karakteristik dari peserta didiknya. Serta mengetahui model pembelajaran yang dikuasai olah peserta didiknya. Dan diharapkan agar dapat mengerti, memahami serta dapat mengaplikasikan salah teori pembelajaran, yaiti teori pembelajaran humanisme.

B.     Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran behavioristik, kognitif, konstruktifistik, dan humanistic,siapa tokoh penggagas teori – teori tersebut?
  2. bagaimana penjelasan Carl Roger mengenai teorinya?
  3. Bagaimana aplikasinya dalam dunia pendidikan?

C.    Tujuan
  1. Mahasiswa mengerti dan memahami tentang teori belajar humanisme yang dikmukaakn oleh Rogers.
  2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan pembelajaran humanis terhadap dirinya sebagai subyek pendidikan.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Teori Humanisme
Teori belajar Humanisme memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh faktor internal dirinya dan bukan oleh kondisi lingkungan ataupun pengetahuan. Menurut teori belajar humanisme, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bahkan bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut teori belajar humanisme, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Bagi penganut teori humanistik, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar. Dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuiknya yang paling ideal. Dengan kata lain teoti ini lebih tertarik pad aide belajar dalam bentukny yang paling ideal daripada belajar apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk “memanusiakan manusia” mencapai aktualisasi diri dan sebagainya dapat tercapai.[1]
Perhatian psikologi humanistikyang terutama tertuju pada masalah bagaimanatiap-tiap inividu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribasi nereka yang mereka hubungkan dengan pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para pendidik aliran mumanustik, penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama pada pendidikan adalah membantu anak untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu unytuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam merealisasikan / mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka. Dalam menyoroti masalah perilaku, para ahli psikologi behaviorist dan humanistik mempunyai pandangan yang berbeda. Para behaviorist memandang orang sebagai makhluk reaktif yang memberikan responnya terhadap lingkungan; pengalaman mas lampau dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Sebliknya, para humanist mempunyai pendapat bahwa tiap orang itu menentukan perilaku mereka sendiri, mereka bebas memilih kualitas hidup mereka dan tak terikat pada lingkungannya.[2]
Pendekatan humanisme diikhtisarkan sbb;
·         Siswa akan maju menurut iramanya sendiri dengan suatu perangkat materi yang sudah ditentukan lebih dulu untuk mencapai  suatu perangkat tujuan yang telah ditentukan pula dan para siswa bebas menentukan cara mereka sendiri dalam mencapai tujuan mereka.
·         Pendidik aliran humanistik mempunyai perhatian yang murni dalam pengmbangan anak-anak, perbedaan-perbedaan individual

B.     Teori Humanistik Menurut Carl Rogers
Metode yang diterapkan Rogers dalam psikoterapi awalnya disebut non direktive atau terapi yang berpusat pada klien (client centered therapy), dan pioner dalam risetnya pada proses terapi. Pendekatan terapi yang berpusat pada klien dari Rogers sebagai metode untuk memahami orang lain, menangani masalah-masalah gangguan emosional. Rogers berkeyakinan bahwa pandangan humanistik dan holisme terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Dalam teorinya, klien diajak untuk memahami diri dan pada akhirnya menyadari untuk mengembangkan diri secara utuh (berfungsi secara utuh).

Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
1.      Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2.      Kehidupan ekstansial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3.      Kepercayan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4.      Perasaan bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5.      Kreatifitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan cirri-ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien.
Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah proses menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak - kanak. Aktualisasi diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari fisiologis ke psikologis.
Pandangan ini dikembangkan berdasarkan terapi yang dilakukannya. Kehidupan yang sebaik-baiknya bukan sasaran yang harus dicapai, tetapi arah dimana orang dapat berpartisipasi sepenuhnya sesuai dengan potensi alamiahnya. Berfungsi utuh adalah istilah yang dipakai Rogers untuk menggambarkan individu yang memakai kapasitas dan bakatnya, merelisasi potensinya, dan bergerak menuju pemahaman yang lengkap mengenai dirinya sendiri dan seluruh rentang pengalamannya / unconditional positive regards
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Rogers menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip belajar humanistik yang penting diantaranya ialah :
1.      Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
2.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
3.      Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
4.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
5.      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
6.      Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
7.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
8.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
9.      Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
10.  Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.[3]
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa [4](dalam Palmer, 2003). Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai aktualisasi diri.  Pengajaran yang baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri, dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” (Purkey & Novak, dalam Eggen & Kauchak, 1997).
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
C.    Aplikasi teori belajar humanisme dalam pendidikan
1.      Pendidikan Humanistik
Menurut Rogers (dalam Palmer, 2003) dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonis/tulus, untuk mencapai perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri
Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah dengan melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam (Roberts, 1975) melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang humanis.
  1. Pilihan dan kendali diri
Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi  kemampuan tersebut dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan tujuan sekolah maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki pilihan dan kendali dalam merancang, menetapkan tujuan, memutuskan, dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah dibuatnya.
  1. Memperhatikan minat dan perasaan siswa
Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan perhatian pada minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran dengan minat, pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan meminta tanggapan siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa memperhatikan minat mereka.
  1. Manusia seutuhnya
Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi aspek kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir dengan kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi individu.
  1. Evaluasi diri
Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru menuju evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk memantau kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes atau umpan balik dari orang lain.
  1. Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur belajar menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif daripada mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih real dan asli daripada berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan berkembang hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi pembelajar, dan siswa sering menolong dan mengajar juga.
Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka  diperlukan:
1.      Pendidikan yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi manusia; tidak saja dimensi kognitif, namun juga kemampuan afektif, psikomotorik dan potensi unik lainnya. Siswa dihargai bukan karena ia seorang juara kelas melainkan karena ia mengandung potensi yang positif.
  1. Interaksi antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa sulit untuk dilaksanakan.
  1. Proses pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa  untuk mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan, perasaannya sendiri sekaligus belajar memahami orang
  2.  Pengembangan metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap siswa untuk menyadari diri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas kelompok melalui permainan, bermain peran dan metode belajar aktif lainnya.
  3.  Guru yang peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan tertinggi setiap insan.
  4. Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa misalnya dengan penilaian teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang telah dicapai sendiri melalui evaluasi diri.

2. Pendidik yang Humanistik
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator:
  1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan suasana awal,situasi kelompok, atau pangalaman kelas.
  2. Fasilitator membantu untuk memproleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat lebih umum.
  3. Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tutjuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendurong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
  4. Mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untukmembntu mencapai tujuan mereka.
  5. Menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
  6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bgi individual ataupun bagi kelompok.
  7. Bilamana cuacu penerimaan kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya sebagai seorang anividu, seperti siswa yanglain.
  8. Mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksaan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
  9. Harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
  10. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[5]
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif
Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah:
  1. Merespon perasaan siswa
  2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  4. Menghargai siswa
  5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa.
  7. Tersenyum pada siswa.
Borton (dalam Roberts, 1975) lebih lanjut menjelaskan beberapa karakteristik peran pendidik humanistik disamping perhatian terhadap perasaan siswa “disini dan kini”, yaitu :
  1. Guru memfasilitasi siswa mempelajari dirinya sendiri, memahami perasaan dan tindakan yang dilakukannya
  2. Guru mengenali harapan dan imajinasi siswa sebagai  bagian penting dari kehidupan siswa dan memfasilitas proses saling bertukar perasaan
  3. Guru memperhatikan bahasa ekspresi non verbal, seperti gesture dan suara. Melalui ekspresi non verbal ini beberapa keadaan perasaan dan sikap dikomunikasikan oleh siswa.
  4. Guru menggunakan permainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai cara untuk menstimulasi perilaku yang dapat dipelajari dan diubah.
  5. Guru memfasilitas belajar dengan menunjukkan secara eksplisit tentang bagaimana prinsip-prinsip dasar dinamika kelompok sehingga siswa dapat lebih bertanggung jawab untuk mendukung belajar mereka.
Menurut Hamacheek,1996; Guru yang efektif tampaknya adalah guru yang “manusiawi”. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis dripada autaktorik, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah menjadi tidak sabar, mengunakan komentar-komentar yang melukai dan mengurangi rasa ego,kurang integrasi, cenderung agak otoriter, dan biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka.
Menurut Combs dan kawan-kawan, cirri-ciri guru yang baik adalah;
  1. Guru yang mempunyai anggapan bahwa orang lain itu mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah mereka sendiri dengan baik.
  2. Guru yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan bersahabat dan bersifat ingin berkembang.
  3. Guruyng cenerung melihat orng lain sebagai orang yang septutny dihargai.
  4. Guru yng melihat orang-orang dan perilku mereka pada dasarnya berkembang dari dalam; jdi, bukan merupakan produk dari peristiwa-peristiwa eksternal yang dibentuk dan digerakkan. Dia melihat orang-orang itu mempunyai kreatifitas dan dinamika; jadi bukan orang yang pasif atau lamban.
  5. Guru yang menganggap orang lain itu pada dasarnya dapat dipercayai dan dpat diandalkan dalam pengertian dia akan berperilaku menurut aturan-aturan yang ada.
  6. Guru yang melihat orng lain itu dapat memenuhi dan memingkatkan dirinya, bukan menghalangi, aplagi mengancam.

2.      Aplikasi dalam Pembelajaran
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.

Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori belajar humanisme  memandang manusia secara utuh sebagai manusia. dan tujuan belajarnya adalah untuk memanusiakan manusia. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan  membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.
B.     Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.















DAFTAR PUSTAKA
1.      B. Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
3.      Palmer, J.A.  (editor). 2003. 50 Pemikir Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang.  (terjemahan : Farid Assifa). Yogyakarta : Penerbit Jendela.
4.      Roberts, T.B. 1975. Four Psychologies Applied to Education. New York : Schenkman Publishing Company Halsted Press Division John Wiley and Sons
5.      Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin
   Pendidikan. Jakarta: Rieneka Cipta.
6.      Tadjab. 1994. Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya : Karya Abditama.









No comments:

Post a Comment